Adapun Program Studi yang dituju pada PMDSU Batch III ini adalah sebagai berikut :
Berangkat dari latar belakang dan rasional di atas, tujuan program PMDSU ini adalah memberi kesempatan kepada perguruan tinggi untuk mengeksplorasi dan merealisasi peluang untuk mendidik sarjana unggul melalui pendidikan magister menuju doktor. Prosesnya adalah dengan memberikan kesempatan kepada peneliti/kelompok peneliti yang telah memiliki rekam jejak panjang dan memiliki reputasi penelitian internasional. Dengan cara ini diharapkan, seperti yang diamanahkan UU, mahasiswa unggul dapat menyelesaikan program doktor dengan lebih cepat, memiliki wawasan penelitian yang luas, mempunyai networking internasional dan menghasilkan produktivitas akademik yang bermutu tinggi. Kegiatan ini dilakukan dengan model pembelajaran program pendidikan Doktor yang kreatif sehingga secara simultan menghasilkan lulusan bermutu tinggi dengan masa studi optimal. Kegiatan ini diharapkan akan mempercepat laju penambahan dosen bergelar doktor untuk perguruan tinggi di Indonesia.
Program ini juga diharapkan dapat meningkatkan jumlah dan kualitas publikasi internasional yang bisa dihasilkan oleh tenaga pengajar sebagai promotor dengan ketersediaan dukungan berbagai program pada Ditjen Dikti seperti tersedianya dana hibah penelitian PMDSU; Program SAME (Scheme for Academic Mobility and Exchange) bagi promotor/ko-promotor maupun Program PKPI (Sandwich-like) bagi mahasiswa PMDSU.
Sebagai lembaga penyelenggara pendidikan tinggi, perguruan tinggi mempunyai peran dan fungsi strategis dalam mewujudkan amanat Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka mewujudkan peran dan fungsi tersebut di atas, sebagaimana yang diamanahkan pada PASAL 1 Ayat 14 dan PASAL 12 Ayat 1-3 UU tersebut diatas, dosen memiliki peran yang sangat strategis. Oleh karena itu dosen harus memiliki kualifikasi akademik minimum dan Sertifikasi Pendidik Profesional sesuai dengan jenjang kewenangan mengajarnya. Amanat tersebut juga secara jelas tertuang dalam pasal 46 ayat 2 Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yaitu bahwa dosen harus memiliki kualifikasi akademik minimum: (a) lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan (b) lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
Sampai akhir tahun 2013, tenaga dosen tetap yang tercatat di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi adalah 154.968 dosen dengan komposisi kualifikasi akademis sebanyak 54% setara magister (S2), 11% doktor (S3) dan 36% sarjana atau diploma. Berdasarkan data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai target yang diamanahkan oleh undang-undang, masih sangat diperlukan upaya untuk meningkatkan kualifikasi akademik dosen ke tingkat doktor (S3) sehingga memenuhi kualifikasi untuk mengajar di program pascasarjana sesuai PERMENPAN No 17 Tahun 2013 Tentang Jabatan Fungsional Dosen Dan Angka Kreditnya.
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi terus berupaya untuk mendorong dan meningkatkan kuantitas dosen yang memiliki kualifikasi akademik minimal magister melalui beragam pendekatan. Berbagai langkah sistematis dan perbaikan berkelanjutan selalu dilaksanakan baik pada era TMPD, BPPS hingga BPPDN pada saat ini. Sejak tahun 1976, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi telah memberikan bantuan beasiswa kepada dosen perguruan tinggi negeri yang mengikuti pendidikan pascasarjana dan program doktor di dalam negeri. Pemberian bantuan beasiswa tersebut dikelola oleh sebuah tim yang diberi nama Tim Manajemen Program Doktor (TMPD). Sampai tahun 1996, nama TMPD identik dan terpateri sebagai program beasiswa peningkatan kemampuan dosen. Dalam perkembangannya, program beasiswa TMPD tersebut tidak hanya diberikan kepada dosen Perguruan Tinggi Negeri yang mengikuti program doktor (S3), melainkan juga diberikan kepada dosen Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang mengikuti program magister (S2). Oleh karena itu, mulai tahun 1997 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengubah nama program beasiswa TMPD tersebut menjadi program Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS). Dalam pelaksananaannya, program BPPS mempunyai cakupan yang lebih luas, baik dalam jenjang pendidikan maupun penerima beasiswa. Jenjang pendidikan yang diberi beasiswa adalah magister (S2) dan doktor (S3), sedangkan penerima beasiswa diperluas dengan menyertakan dosen Perguruan Tinggi Swasta dan Politeknik. Sejumlah persyaratan tambahan diberlakukan bagi dosen calon penerima beasiswa dari ketiga kelompok perguruan tinggi tersebut.
Dalam upaya mempercepat pencapaian target sebagaimana diamanatkan pasal 46 ayat 2 Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, mulai tahun 2007 Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mempunyai kebijakan memberikan kepercayaan kepada Program Pascasarjana (PPs) di lingkungan Perguruan Tinggi Swasta yang memenuhi persyaratan untuk mengelola program BPPS.
Persyaratan calon penerima BPPS yang mengharuskan dosen berstatus tetap dengan jabatan fungsional minimal asisten ahli, menyebabkan jumlah calon terbatas, disamping juga faktor tingginya tunjangan sertifikasi yang diberlakukan menurunkan animo para dosen melanjutkan pendidikan. Oleh karena itu, pada tahun 2011, kesempatan penerima BPPS telah diperluas dengan memberi kesempatan bagi dosen tetap yang belum memiliki jabatan fungsional asisten ahli untuk memperoleh BPPS. Pada tahun ini juga skema peningkatan sumber daya manusia di perguruan tinggi diperluas untuk calon dosen yang pada tahap awal diberi nama Beasiswa Unggulan. Hal ini penting dilakukan mengingat perguruan tinggi memiliki kader-kader yang berminat menjadi dosen tetapi yang bersangkutan belum memiliki akses untuk pendidikan lanjut.
Berbagai upaya tersebut di atas ternyata masih belum dapat mempercepat laju pertambahan jumlah doktor sebagaimana yang direncanakan oleh Kemendikbud. Persentase dosen bergelar doktor hanya meningkat dari 8,57% pada tahun 2010 menjadi 10,03% pada tahun 2012.
Oleh karena itu pada tahun 2012 telah dibuka koridor baru penyelenggaraan pendidikan doktor yang dinamakan Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Mahasiswa angkatan pertama program ini telah memulai menjalani pendidikan pada tahun ajaran 2013 dan saat ini sedang berada di penghujung semester kedua.
Hasil monitoring dan evaluasi (monev) menunjukkan bahwa terobosan ini cukup berhasil menarik lulusan-lulusan S1 unggul untuk berpartisipasi dalam program PMDSU di bawah bimbingan para Profesor handal dengan track record penelitian dan publikasi internasional. Tampak bahwa program PMDSU dapat meningkatkan sinergi antara pendidikan dan penelitian. Dengan cara ini maka penambahan jumlah doktor yang memiliki pengalaman menikmati atmosfer penelitian yang unggul juga dapat dipercepat. Tentu saja berbagai penyempurnaan dalam pencarian calon mahasiswa, proses seleksi dan proses penerimaan masih perlu dilakukan. Berangkat dari pengalaman penyelenggaraan PMDSU tahun 2013 dan hasil Monev oleh Tim Dikti, maka berbagai penyempurnaan dilakukan pada tahun seleksi 2014.
Selain dari itu, terbitnya Permendikbud nomor 49 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNPT) juga perlu diperhatikan untuk kelanjutan penyelenggaraan program PMDSU. Pada intinya SNPT mensyaratkan dipenuhinya 8 standar: Standar kompetensi lulusan; Standar isi pembelajaran; Standar proses pembelajaran; Standar penilaian pembelajaran; Standar dosen dan tenaga kependidikan; Standar sarana dan prasarana pembelajaran; Standar pengelolaan pembelajaran; dan Standar pembiayaan pembelajaran. Dalam hal ini, upaya penyesuaian pelaksanaan program PMDSU pada PERMENDIKBUD No 49 Tahun 2014 tersebut diatas dapat dilakukan mengacu pada Surat Edaran DIRJEN DIKTI No : 526/E.E3/MI/2014 tentang Penjelasan tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi untuk Program Pascasarjana.
Jika disarikan, dapat dikatakan bahwa belum tercapainya proporsi dosen bergelar doktor tidak dapat dilepaskan dari masih rendahnya produktifitas pendidikan doktor di dalam negeri. Jika ditelaah lebih mendalam, rendahnya produktifitas pendidikan doktor paling tidak berkaitan dengan beberapa hal sebagai berikut :