PSLH dan PPS UNAND akan adakan Diskusi Publik Penyelamatan Masyarakat dan Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk PLTA Koto Panjang (en-GB)

14 March 2017

Kejadian banjir dan longsor di Kecamatan Pangkalan Koto Baru, Kab. Limapuluh Hari Jumat Tanggal  3 Maret 2017 silam kembali membangunkan mata publik betapa makin rawannya Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk PLTA Koto Panjang. Selain menimbulkan kerugian harta, benda, dan nyawa, bencana itu juga menimbulkan debat publik tentang siapa yang paling bertanggung jawab atas bencana itu. Seperti biasa, para pihak saling lempar tanggung jawab. Akibatnya publik makin bingung. 

Tuduhan yang agak lebih rasional agaknya adalah bahwa makin rusaknya kondisi DTA Waduk PLTA Koto Panjang telah menyebabkan banjir dan longsor. DTA hampir tidak terjaga dengan baik. Kelembagaan pengelolaan DTA ini sedikit agak rumit; 77,47% dari DTA seluas 323.990,32 ha tersebut berada di Provinsi Sumatera Barat, sisanya berada di Provinsi Riau khususnya Kab. Kampar. Rincian wilayah DTA dalam provinsi Sumatra Barat adalah 60,37% berada di Kab. Limapuluh Kota dan 17,11% berada di Kab. Pasaman. DTA  Waduk PLTA Koto Panjang adalah bagian hulu dari Sungai Kampar, salah satu sungai lintas provinsi di Indonesia. Pengelolaan Sungai ini berada di bawah UPT Pusat Kementerian Pekerjaan Umum, Balai Besar Sungai Wilayah  sementara pengelolaan daerah tangkapan berada di bawah UPT Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup yaitu Balai Pengelola DAS Indra Giri Rokan (INROK).

Indikasi kerusakan DTA dapat dilihat dari perubahan tutupan lahan. Dalam kurun waktu sejak beroperasinya DTA, luas tutupan hutan berkurang -17.68%, semantara areal kelapa sawit meningkat 331.23%, lahan terbuka meningkat 107.09%, pertanian lahan kering meningkat 6.22%. Dinamika perubahan tutupan lahan ini akan mempengaruhi jasa lingkungan, belum lagi kalua disebut izin pertambangan dalam DTA. Diduga juga terjadi penebangan liar sehingga memperparah kerusakan DTA.

Dari aspek lingkungan, suatu DTA adalah penyedian jasa lingkungan disebut juga jasa lingkungan daerah tangkapan atau watershed environmental service. Suatu pelayanan jasa akan bertahan lama manakala penyediaan jasa tersebut beroleh imbalan dari jasa yang disediakan. Sebaliknya, jasa tidak akan dapat dipertahankan manakala imbalan nihil. Untuk kasus DTA Koto Panjang belum ada mekanisme pembayaran jasa lingkungan ini, hingganya kerusakan DTA makin meningkat.

Perubahan tutupan lahan berlangsung terus sejak mulai PLTA dioperasikan. Akibatnya cukup jelas terhadap kestabilan ketersediaan air penggerak turbin. Dalam lima tahun terakhir ada kecendrungan penurunan produksi listrik. Di lain pihak, frekuensi banjir meningkat dan memaksa operator melepas air tanpa menghasilkan energi listrik sama sekali. Jelas ini mengancam suplai tenaga listrik di jaringan Sumbar Riau Jambi dan rentetan kerugian ekonomi yang ditimbulkannya.

Suatu DTA adalah sebuah bentang lahan utuh yang di dalamnya terdapat berbagai kelompok kepentingan. Konflik kepentingan cukup jelas. Untuk itu perlu dicari upaya mensinergikan berbagai kepentingan itu.

Berdasarkan hal tersebut di atas, Universitas Andalas dalam hal ini Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) bersama Program Pasca Sarjana (PPS Unand) berinisiatif untuk melaksanakan Diskusi Publik dengan tema “Penyelamatan Masyarakat dan DTA Waduk PLTA Koto Panjang.”

Diskusi ini akan dilaksanakan pada :

Hari  : Jum'at, 17 Maret 2017
Pukul  : 09.00 - 12.00 WIB
Tempat  : Ruang Sidang Pascasarjana Universitas Andalas Lantai III 

 

Pembicara :

  1. Prof. Bujang Rusman, ahli DAS dari Universitas Andalas
  2. Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatra Barat tentang kondisi tutupan lahan dan permasalahannya di DTA Waduk PLTA Koto Panjang.
  3. Pejabat PLN Pembangkit dan Jaringan Sumbar Riau tentang pengelolaan harian Dam PLTA Koto Panjang

Pembahas Utama :

  1. Prof. Syafruddin Karimi , Universitas Andalas
  2. Prof. Mubariq Ahmad, Universitas Indonesia
Read 807 times